Jakarta –
Tiga negara di kawasan Asia Selatan kini menjadi sasaran perdagangan Indonesia, yakni India, Pakistan, dan Bangladesh. Indonesia bertekad untuk meningkatkan ekspor ke negara non-tradisional ini.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan saat berbincang dengan mahasiswa india di India, Senin (13/2/2023).
Ini kali kedua Zulhas berkunjung ke India sejak dilantik menjadi Menteri Perdagangan pada Juni 2022 lalu. Ini bukan tanpa alasan. Zulhas menjelaskan, India memiliki potensi besar untuk mengekspor produk india.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Pasar nontradisional baru harus kita kembangkan. Salah satunya Asia Selatan. Asia Selatan penting dan punya potensi besar,” ujar Zulhas di KBRI New Delhi, India.
Tiga negara Asia Selatan yang kini menjadi incaran Indonesia adalah India, Bangladesh, dan Pakistan. Jumlah penduduk yang banyak menjadi salah satu alasannya.
Pada 2022, total perdagangan Indonesia-India tercatat US$ 32,71 miliar, meningkat 55,68 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat US$ 21,01 miliar. Pada tahun 2022, ekspor india ke India tercatat sebesar USD 23,38 miliar, sedangkan impor india dari India sebesar USD 9,33 miliar.
Dengan demikian, Indonesia menikmati surplus perdagangan sebesar US$ 14,05 miliar.
Selain Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika juga menjadi target Indonesia selanjutnya untuk digarap. Perubahan signifikan di Timur Tengah telah meningkatkan potensi perdagangan dengan Indonesia.
“Timur Tengah memiliki potensi besar. Timur Tengah sekarang berubah, perkembangannya bagus. Oleh karena itu, Timur Tengah penting untuk mengembangkan perdagangan kita,” ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (RI) untuk India, Ina Hagniningtyas Krisnamurthi menjelaskan daya beli masyarakat India saat ini. Selain makanan dan minuman, sektor manufaktur juga menjanjikan, terutama untuk hal-hal yang membutuhkan kualitas tinggi.
“Kami berkesempatan menjajaki investasi di sektor manufaktur yang belum memiliki teknologi. Misalnya kertas. Mereka belum memiliki kemampuan teknologi untuk menghasilkan kertas berkualitas tinggi,” jelas Duta Ina.
(img/hns)