Jakarta –
PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) mengaku belum berminat menjual kendaraan listrik di Indonesia. Bahkan mereka sudah memiliki produk di segmen elektrifikasi yaitu Isuzu Elf EV yang telah dipamerkan di beberapa pameran nasional.
Deputy Head of Business Operations Division PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI), Moses Kosasih menjelaskan, pihaknya kini lebih fokus mempersiapkan transisi ke B35 daripada terburu-buru menjual kendaraan listrik.
“Jadi alasan tidak menjual kendaraan listrik ini merupakan hal yang mendesak, skala kepentingan. Pemerintah mengarahkan kendaraan niaga untuk menggunakan B35 sekarang,” ujar Moses saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Paling tidak kita sudah mengikuti aturan pemerintah soal B35, itu pasti. Kita fokus dulu apa yang diumumkan pemerintah,” imbuhnya.
Truk listrik Isuzu Elf EV di GIIAS 2022. Foto: dok. Isuzu
Menurut Moses, saat ini Isuzu sudah memiliki kendaraan listrik dan teknologi pendukung. Ketika semuanya dirasa sudah pas, mulai dari regulasi, infrastruktur hingga ketersediaan suku cadang, maka perusahaan pasti akan masuk ke pasar ini.
“Kalau pemerintah akhirnya memutuskan kita perlu ke listrik, tentu kita sediakan di sana. Teknologinya ada, tapi penetrasinya butuh waktu,” katanya.
Kendaraan Komersial Listrik Belum Ideal di Indonesia
Diketahui, Isuzu kini fokus menjual kendaraan niaga seperti truk dan pikap di Indonesia. Menurut Isuzu, kendaraan yang dipasarkan tidak cocok jika menggunakan tenaga listrik.
“Saat ini truk listrik masih mengalami masalah aki. Bisa dibayangkan kendaraan niaga ini membawa beban berat. Semakin banyak bensin yang dipol, aki semakin cepat habis. Aki tidak akan bertahan lama. Jika aki diganti setiap tahun karena overcharge, mungkin pengusaha harus mengganti baterainya setiap tahun?” dia berkata.
Truk Isuzu Foto: Luthfi Anshori
Lebih lanjut, tambah Moses, jarak maksimal yang bisa ditempuh kendaraan listrik masih terbatas. Sehingga pada saat pengiriman atau pendistribusian barang dengan jarak yang jauh, prosesnya akan mengalami kendala.
“Misalkan kita punya baterai (dengan daya jangkau) 300 km, itu tidak cocok untuk pengiriman barang jarak jauh. Jadi, pengisian lama, pengiriman tertunda, rantai pasokan terganggu. Barang rusak di jalan. Itu membuat pertimbangannya lebih rumit dari mobil penumpang,” ujarnya.
Tonton videonya “Bus Listrik Sudah Selesai, Kenapa Truk Belum Listrik Juga?”
[Gambas:Video 20detik]
(sfn/lua)