Jakarta –
Truk ODOL (Over Dimension Over Loading) banyak menimbulkan kerugian. Pemerintah diharapkan menindak tegas para pengusaha yang masih menggunakan angkutan yang melanggar aturan dan dimensi kargo.
Truk ODOL adalah pemandangan yang menakutkan di jalanan. Selain menyebabkan kerusakan jalan akibat kendaraan yang kelebihan muatan, truk ODOL juga banyak menimbulkan kecelakaan bagi pengemudi. Berdasarkan data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tahun 2022, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan dalam lima tahun terakhir.
Kementerian Perhubungan mentargetkan zero ODOL pada 2023. Namun aturan itu sulit diterapkan jika hanya satu kementerian yang menggagas. Itu juga membutuhkan peran serta Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bappenas, termasuk Pemerintah Indonesia. Polri dan TNI.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, selama ini pengoperasian lori ODOL atau lori gendut terhambat oleh perilaku pengusaha yang tidak mau duduk bersama dan bergotong royong.
“Keberadaan lori yang melanggar dimensi dan muatan dinikmati oleh para pengusaha khususnya para pemilik barang meskipun melanggar aturan. Upaya mengundang Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) selalu tidak ditanggapi dengan serius dengan berbagai alasan. Bahkan, setiap kali kebijakan diterapkan, selalu menebar kekerasan kepada masyarakat dengan alasan harga barang akan naik, akan terjadi inflasi, sopir akan berdemonstrasi dan lain sebagainya. Padahal situasi di lapangan tidak seperti itu,” ujar Djoko dalam pernyataan resminya.
Lanjut Djoko, menambahkan pengemudi atau supir truk merupakan pihak yang paling rentan dirugikan oleh masalah ODOL truk. Misalnya, jika terjadi kecelakaan lalu lintas, pengemudi yang masih hidup pasti akan dijadikan tersangka. Namun jika pengemudi meninggal dunia, maka keluarganya akan menderita, tidak ada jaminan dari pemilik truk atau pemilik barang.
“Dampaknya sekarang populasi supir truk berkurang karena beralih profesi yang lebih menjamin masa depan keluarga. Akhirnya Indonesia tidak akan memiliki supir truk profesional karena gajinya amatiran,” lanjut Djoko.
Menurut Djoko, pada dasarnya supir truk tidak mau membawa barang secara berlebihan karena dapat merugikan mereka. Jika terjadi tabrakan, nyawa pengemudi pasti diragukan. Namun jika ia meninggal, keluarganya akan sengsara dan pemilik barang tidak akan bertanggung jawab.
“Sekarang populasi supir truk semakin berkurang dan mendapatkan yang mumpuni jauh dari yang diharapkan. Sopir truk berpenghasilan pas-pasan tapi resiko pekerjaannya cukup besar, negara belum datang untuk menetapkan standar gaji yang wajar. Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya menghitung gaji standar untuk pengemudi truk, “kata Djoko.
Tonton Video “Truk Tanker Bahan Bakar Meledak di Terowongan di Afghanistan, 31 Tewas”
[Gambas:Video 20detik]
(lua/din)