Jakarta –
Setidaknya sebanyak 300 kepala keluarga (KK) Pulau Rempang telah menyatakan bersedia untuk direlokasi alias digeser pemukimannya ke kawasan lain. Hal ini menyusul akan segera dimulainya proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
Informasi itu disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat ditemui usai rapat bersama Presiden di Komplek Istana Kepresidenan. Adapun jumlah 300 KK tersebut 1/3 dari total KK yang ada di Pulau Rempang yakni 900 KK.
“Sampai kemarin dari total 900 KK, yang terdaftar kurang lebih sudah hampir 300 KK untuk melakukan pendaftaran sukarela untuk bisa melakukan relokasi,” kata Bahlil, usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selaras dengan hal ini, Bahlil juga menegaskan, pemukiman warga Rempang tak akan direlokasi ke Pulau Galang, melainkan hanya digeser ke lokasi kampung lain yang masih berada di kawasan Pulau Rempang. Keputusan ini berdasarkan atas kunjungannya ke pulau tersebut hingga bertemu masyarakatnya beberapa waktu lalu.
“Kemarin saya bertemu tokoh yang dituakan di situ, Pak Darisman, sempat menyampaikan, mereka tidak menolak investasi, mereka membutuhkan investasi. Bahkan ada bahasanya kepada kami bahwa lima kali kiamat pun, menurut Pak Darisman bukan menurut saya, kalau tak ada investasi kampung ini tak akan maju cepat,” cerita Bahlil.
Lebih lanjut Bahlil merincikan, total ada lima kampung yang terdampak proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City ini, antara lain Blongkek, Pasir Panjang, Simpulan Tanjung, Simpulan Hulu, dan Pasir Merah. Masyarakat akan dipindahkan ke Tanjung Banun yang jaraknya tak lebih dari 3 km dari lokasi kampung lamanya.
Ia menjelaskan, nantinya kampung tersebut akan dijadikan kampung percontohan yang akan benar-benar ditata, baik dari infrastruktur jalan, puskesmas, kemudian air bersih, hingga sekolah. Termasuk pula penataan pelabuhan untuk perikanan. Masyarakat juga akan mendapatkan akan mendapat sertifikat hak milik (SHM) tanah seluas 500 meter persegi dan rumah tipe 45 seharga Rp 120 juta.
“Dengan penggeseran ini kami berikan alas hak 500 meter persegi dengan sertifikat hak milik, kemudian rumah kita kasih tipe 45. Apabila ada rumah yang tipe 45 lebih dari Rp 120 juta akan dinilai KJPP nilainya berapa. Itu yang akan diberikan,” jelasnya.
“Kita proses (kampung). (Kementerian) PU yang siapkan kampungnya. Untuk menunggu itu kita berikan biaya hidup untuk sewa rumah Rp 1,2 juta per KK dan uang tunggu. Jadi kan selama mereka nunggu, pencaharian mereka tak aktif mungkin, maka kita berikan 1,2 juta per bulan, per orang,” tambahnya.
Selama masa tunggu, masyarakat juga akan difasilitasi uang senilai Rp 1,2 juta/orang setiap bulan, tak ketinggalan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per kepala keluarga (KK) untuk sewa rumah. Tak ketinggalan, dalam proses pergeseran bila ada karamba ada tanaman juga akan dihitung dan diganti berdasarkan aturan BP Batam.
“Jadi kalau KK empat orang, maka dia (satu KK) akan mendapatkan uang tunggu Rp 4,8 juta dan Rp 1,2 juta uang kontrakan. Jadi ada Rp 6 juta,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemukiman ini belum bisa langsung disiapkan. Pasalnya dari keseluruhan luas Pulau Rempang 17 ribu hektare, hanya sekitar 7-8 ribu hektare yang bisa dikelola, sementara sisanya hutan lindung. Oleh karena itu, pembangunan kawasan industri akan menjadi prioritas awal untuk mempermudah.
“Kami fokus pada 2.300 hektare tahap awal untuk bangun industri yang kami canangkan, untuk bangun pabrik kaca dan solar panel,” ujarnya.
(shc/das)