Jakarta –
Rencananya pemerintah akan melakukan review Hukum Koperasi atau lebih tepatnya UU no 25 tahun 1992. Hal itu diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Teten menyatakan, revisi UU Koperasi dilakukan untuk memperkuat pengawasan terhadap koperasi. Menurut dia, revisi undang-undang tersebut telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo untuk dibahas. Dalam waktu dekat, revisi UU Koperasi akan masuk dalam Program Legislatif Nasional dan dibahas bersama DPR.
Dalam UU Perkoperasian lama, menurut Teten, pemerintah tidak memiliki kewenangan pengawasan. Pengawasan hanya dilakukan oleh koperasi itu sendiri, lebih tepatnya hanya oleh pengawas yang ditunjuk oleh koperasi itu sendiri.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Faktanya (UU Koperasi) tidak cukup, tidak cukup lagi. Jadi kalau bank gagal bayar, ada LPS, pengawasnya OJK. Tidak ada koperasi, makanya saya sampaikan ke Presiden bersama-sama. dengan Menko Perekonomian soal rencana review UU Koperasi,” kata Teten usai menggelar rapat di Istana Negara, Rabu (8/2/2023).
Setidaknya akan ada 3 item baru yang diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi UU Koperasi. Yang pertama adalah pembentukan otoritas pengawas koperasi. Teten mengatakan, Amerika Serikat dan Jepang sudah memiliki badan pengawas koperasi sendiri.
“Seperti OJK, tapi khusus koperasi. Sudah dilakukan di Amerika dan juga di Jepang, jadi mungkin pengalaman itu bisa kita tiru,” ujar Teten.
Kemudian yang kedua adalah adanya lembaga penjamin simpanan uang dalam koperasi, berupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di bidang perbankan.
“Yang ketiga ada apex, jadi harus ada apex juga. Apex ini seperti bank yang sudah ada, kalau bank misalnya kekurangan likuiditas, bisa pinjam dulu. Nah ini juga dibutuhkan di koperasi,” ujar Teten.
Hingga saat ini, revisi UU Koperasi sudah memasuki tahap harmonisasi dan akan segera diajukan ke Badan Legislatif di DPR untuk dibahas bersama dan dijadikan undang-undang resmi.
Teten juga menyatakan, UU Koperasi direvisi untuk menghindari cara koperasi mengambil uang anggota. Apa itu mod?
Mode Penggelapan Aset
Modus pertama adalah pengalihan aset. Harta koperasi tidak boleh digunakan untuk kepentingan di luar anggotanya, justru yang terjadi adalah harta kekayaan koperasi digunakan langsung oleh pengurus.
“Memang ada penyelewengan aset. Aset koperasi bukan milik koperasi tapi milik pengurus. Kemudian juga diinvestasikan pada perusahaan milik pendiri dan pengurus,” kata Teten.
Teten menyebut praktik penggelapan aset koperasi sebagai salah satu jenis praktik kriminal perbankan pada 1998. Artinya, dana yang dihimpun dari masyarakat diinvestasikan untuk kebutuhan pengelolaan lembaga keuangan itu sendiri. Sehubungan dengan itu, penyertaan modal koperasi dilakukan untuk kepentingan pengurus dan pendiri KSP.
“Jadi ini persis seperti praktik perbankan tahun 1998 di mana dana dari masyarakat diinvestasikan di grup sendiri tanpa ada batas minimal kredit,” kata Teten.
Simak video “Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Ajak Peluang Kerja 2030 Berubah Signifikan!”
[Gambas:Video 20detik]