Jakarta –
Ratusan buruh di pabrik liquified natural gas atau gas alam di Australia melakukan aksi mogok kerja. Aksi tersebut mengancam harga dan pasokan gas alam global. Sebab, sebanyak 7% dari total gas alam di dunia berasal dari pabrik tersebut.
Dilansir dari CNN, Sabtu (9/9/2023), pembicaraan antara pihak perusahaan dan serikat buruh yang diprediksi memakan waktu sepekan ternyata berakhir tanpa kesepakatan. The Australian Offshore Alliance menjelaskan bahwa upaya Chevron (CVX) untuk melobi para pekerja merupakan yang paling tidak kompeten dalam lima tahun terakhir.
“Para anggota kami sudah merasa muak. It’s game on, Chevron,” tulis The Australian Offshore Alliance. Aliansi tersebut beranggotakan sebanyak 500 pekerja pabrik di project Gorgon dan Wheatstone yang terletak di lepas pantai barat Australia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kabar mengenai pemogokan kerja juga dibenarkan oleh Chevron. Dalam keterangan tertulis kepada CNN, juru bicara Chevron menjelaskan bahwa perusahaan kini sudah melakukan sejumlah langkah untuk memastikan bahwa pabrik tetap aman.
Namun, Chevron menyayangkan bahwa berbagai upaya rekonsiliasi yang dilakukan perusahaan dengan para buruh serta Fair Work Commission (FWC) gagal. “Serikat pekerja terus mencari persyaratan yang melampaui persyaratan yang setara dengan serikat pekerja lain di industri ini, termasuk dalam perjanjian yang baru saja dicapai,” tulis Chevron.
Kabar pemogokan tersebut menjadi pembicaraan hangat bagi berbagai negara. Di Eropa, harga gas alam mulai meningkat. Di bursa Dutch TTF Natural Gas Futures, harga gas alam meningkat 9.85% menjadi 36€ atau Rp 593.000 per-megawatt.
Hal ini disebabkan mayoritas negara-negara benua biru kian bergantung terhadap pasokan LNG global, sejak pipa gas Rusia, Nord Stream, diledakkan imbas perang Rusia dengan Ukraina pada Februari 2022.
Perang antar kedua negara itu memicu krisis energi pada musim dingin lalu. Alhasil, mayoritas negara eropa mulai menimbun gas alam jelang musim panas mendatang.
Pada Agustus kemarin, tingkat penyimpanan mencapai 90% dari total kapasitas, dua bulan lebih cepat dari tenggat waktu yang ditetapkan Komisi Eropa untuk memastikan keamanan masing-masing negara jelang musim dingin.
Harga gas alam pun sebenarnya sudah merosot 90% pada Agustus. Namun, harga LNG kini naik lagi karena dua hal. Pertama adalah gangguan rantai pasokan berkepanjangan. Kedua, meroketnya harga minyak imbas pengurangan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia.
Sebagai negara eksportir LNG terbesar di dunia selain Amerika Serikat dan Qatar, mayoritas gas alam Australia dibeli oleh negara-negara Asia. Terhambatnya produksi karena aksi mogok pun berpotensi mendorong peningkatan harga karena pasar Asia dan Eropa memperebutkan suplai yang ada.
Apalagi, dua situs Chevron tersebut, yakni Gorgon dan Wheatstone, menyumbang setidaknya 6% dari total pasokan gas global. Dalam skenario terburuk, Daniel Toleman, analis riset utama Wood Mackenzie, mengatakan setidaknya 7% dari total pasokan LNG global akan lenyap jika demonstrasi terus berlanjut.
“Namun, untuk saat ini risiko kerugian produksi material masih relatif rendah. Jadi itu dalam skenario terburuk,” ucap Daniel.
The Offshore Alliance pun menjelaskan pihaknya akan meningkatkan aksi industrial dalam beberapa hari mendatang. Pemogokan total direncanakan dimulai pada 14 September mendatang.
(fdl/fdl)