Jakarta –
Operator seluler Smartfren disebut telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan pegawainya secara pihak. Smartfren pun buka suara terkait kabar tersebut.
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) mengungkapkan sedikitnya ada 100 karyawan yang di-PHK oleh Smartfren. Itu terjadi sejak bulan Agustus 2023.
Menurut Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, berdasarkan laporan yang diterima, PHK tersebut telah dilakukan sepihak dan massal diketahui masih akan berlanjut di tahun 2023, dan diperkirakan akan menelan korban mencapai sedikitnya 300 karyawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mirah menyebutkan PHK pegawai Smartfren ini disebut secara sepihak dan massal oleh manajemen perusahaan. Bahkan, Mirah mengatakan, proses penghentian kerja ini tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik secara proses maupun terkait dengan hak-hak normatif yang wajib dibayarkan oleh perusahaan.
“Ironisnya para karyawan yang di-PHK, tidak mendapatkan hak-hak sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, karena hanya diberikan kompensasi yang hanya diperhitungkan dari gaji pokok saja dan tidak memperhitungkan tunjangan lain yang bersifat tetap,” tuturnya dalam keterangn tertulis.
Untuk itu, pegawai Smartfren yang terkena PHK sepihak ini menolak dirumahkan dan telah memberikan kuasa kepada DPP ASPEK Indonesia untuk advokasi kasusnya.
Adapun, ASPEK telah melayangkan surat permohonan pertemuan kepada Direktur Utama dan Chief Executive Officer (CEO) Smartfren untuk mencari jalan keluar dari persoalan yang dialami para pegawainya.
Jawaban Manajemen Perusahaan
detikINET kemudian mengonfirmasi terkait kabar PHK massal dan sepihak ratusan pegawai Smartfren ini. Hal itu direspon oleh Director Investor Relations & Media Smartfren, Gisela Lesmana.
Disampaikannya, perusahaan melakukan beberapa inisiatif penajaman strategi bisnis, benchmarking dan perbaikan kinerja, seperti redefinisi tugas dan fungsi kerja supaya meningkatkan daya saing.
“Hal ini sejalan dengan perkembangan industri yang menuntut perusahaan untuk senantiasa melakukan transformasi demi menunjang kelangsungan usaha,” ujar Gisela.
Lebih lanjut, kata Gisela, apabila ada ketidaksesuaian pendapat, maka perusahaan akan melakukan mediasi sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku.
“Kami sudah melakukan dialog dengan pekerja yang terdampak dengan selalu mengedepankan komunikasi dan musyawarah. Proses yang berjalan pun sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkasnya.
Simak Video “Operator Seluler dan HP dengan Internet Terngebut di Indonesia”
[Gambas:Video 20detik]
(agt/fyk)