Jakarta –
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan negaranya hampir tidak bisa berfungsi sebagai masyarakat karena angka kelahiran jatuh terjerambab. Jepang diperkirakan memiliki kurang dari 800.000 kelahiran tahun lalu. Turun dari tahun 1970-an, angkanya lebih dari dua juta.
“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat,” kata Kishida kepada anggota parlemen. “Memusatkan perhatian pada kebijakan yang berkaitan dengan anak dan pengasuhan merupakan persoalan yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda,” ujarnya. Apa penyebabnya?
Masalahnya serius. Jepang bisa kehilangan sepertiga populasinya pada tahun 2060 jika tren ini tidak terkendali. Perekonomiannya berada di bawah ancaman besar karena tidak cukup pekerja produktif.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Salah satu penyebab utamanya adalah masalah keuangan, dimana biaya hidup terus stagnan. Di sisi lain, pendapatan atau gaji tidak berubah.
“Pemerintah telah memberikan insentif keuangan di masa lalu dan membuat kementerian mengatasi angka kelahiran yang rendah. Namun angka kelahiran masih turun,” kata David Boling, analis Jepang di Eurasia Group.
Bagi Katahira Kazumi, ibu dari seorang putra berusia 4 tahun, satu anak sudah cukup. “Kami bertahan hidup dengan memotong tabungan kami sekarang. Anak kedua tidak ada dalam pikiran kami,” katanya.
Pada tahun 2021, 5.800 pasangan Jepang mengikuti survei dengan lebih dari setengahnya mengatakan mereka tidak lagi memiliki anak karena alasan keuangan.
Matsuda Shigeki, profesor sosiologi di Universitas Chukyo, mengatakan kepada NHK bahwa dukungan keuangan pemerintah Jepang tidak cukup, hanya sekitar setengah atau sepertiga dari apa yang diberikan kekuatan besar di Barat.
Di sisi lain, wanita di Jepang diduga semakin enggan untuk menikah dan memiliki anak. Selain itu, banyak dari mereka lebih memilih untuk mengejar karir. Jumlah wanita muda yang bekerja telah meningkat secara dramatis.
Tingkat perkawinan dan kelahiran yang rendah mungkin juga disebabkan oleh peran tradisional wanita Jepang yang sebagian besar tidak berubah, di mana mereka diharapkan melakukan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak-anak.
dikutip detikINET dari Asia Times, masih adanya peran gender yang tidak setara dalam rumah tangga di saat peluang ekonomi yang berkembang pesat bagi perempuan telah mempersulit keseimbangan pekerjaan dan kehidupan keluarga bagi perempuan yang sudah menikah. Itulah yang membuat pernikahan menjadi kurang menarik Jepang.
Simak Video “Jepang Minta Warganya Pindah dari Tokyo, Iming-iming Rp 119 Juta”
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/fyk)