Jakarta –
PTT Eksplorasi dan Produksi (PTTEP) dikabarkan setuju membayar ganti rugi atas kasus tersebut tumpahan minyak gunung Sebelumnya, PTTEP enggan membayar ganti rugi.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, perusahaan migas asal Thailand itu akan membayar AUD 192,5 juta atau Rp 2,02 triliun (kurs Rp 10.500).
“Berdasarkan putusan pengadilan, mereka akan membayar AUD 192,5 juta atau US$ 129 juta,” katanya dalam konferensi pers di gedung Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Perikanan, Kamis (24/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Luhut mengatakan, jumlah Rp 2,02 triliun itu belum termasuk ganti rugi kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan kompensasi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terkena dampak tumpahan minyak.
Luhut berharap uang ini bisa dikelola dengan baik. Ia menyarankan untuk mendirikan koperasi untuk kemudian dikelola secara profesional.
“Saya juga usul mungkin koperasi nelayan itu sendiri bisa dibentuk, dikelola secara profesional. Nanti bisa kita atur agar uangnya tidak hilang,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Kasus Tumpahan Minyak Montara, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, PTTEP hanya mau membayar ratusan ringgit kepada satu orang. Namun, PTTEP kalah di pengadilan dan setuju untuk berunding dengan Indonesia.
“Di sana PTTEP mau nego dengan kami juga tidak mudah. Kami bahkan mengancam jika pemerintah ikut campur pasti akan membayar tiga kali lipat. Untung mereka sedikit takut,” jelasnya.
Satuan tugas di NTT saat ini sedang mengumpulkan tanggapan publik atas keputusan ini. Menurut Purbaya, besar kemungkinan masyarakat akan menyetujui besaran ganti rugi tersebut.
Sebelumnya, kasus tumpahan minyak Montara pada 21 Agustus 2009 sempat membuat heboh. Saat itu, anjungan minyak di lapangan Montara milik PTTEP meledak dari landas kontinen Australia.
Tumpahan minyak sebanyak lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor, mencemari daerah sekitarnya. Akibatnya, lebih dari 15 ribu petani dan nelayan rumput laut terkena dampaknya.
Sebelumnya, Purbaya memperkirakan kerugian akibat kasus ini mencapai 500-600 juta Dollar Australia atau sekitar Rp 5,35 triliun-Rp. 6,42 triliun (kurs Rp 10.700). Itulah satu-satunya kerugian yang terjadi di dua distrik yang mengajukan class action ke Pengadilan Federal Australia.
(dna/dna)