Jakarta –
Kendaraan bermotor dituding menjadi salah satu penyumbang polusi udara terbesar di Jakarta. Perlukah kendaraan bermotor dibatasi?
Polusi udara semakin menjadi-jadi di Jakarta. Di musim kemarau ini, kabut polusi terus menghantui Ibu Kota. Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin (Puput) mengatakan rata-rata tahunan konsentrasi pencemaran udara di Jakarta sebelum pandemi untuk parameter PM10 mencapai 59,03 μg/m3 dan PM2.5 mencapai 46,1 μg/m3.
Sementara itu, O3 dan SOx masing-masing adalah 83,3 μg/m3 dan 42,76 μg/m3. Keempat parameter ini (PM10, PM2.5, O3 dan SOx) merupakan parameter dominan untuk kurun waktu 2011 – 2020, yaitu parameter yang berkontribusi penting dalam mempengaruhi kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan kajian sumber pencemaran udara, transportasi merupakan pencemar terbesar di Jakarta dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Beban emisi pencemaran udara dengan parameter PM10 di Jakarta dan sekitarnya mencapai 40.777 ton/per hari (2019) disumbang oleh sumber-sumber pencemaran udara dari transportasi 47%, industri 20,24%, power plant 1,76%, rumah tangga 11%, road dust 11%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 4%. Sementara beban emisi PM2.5 mencapai 29.336 ton/hari yang disumbangkan oleh sumber-sumber dari transportasi 57%, industry 21,16%, power plant 2%, rumah tangga 7%, road dust 5%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 3%,” beber Puput.
Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch Edison Siahaan menyebut kondisi lalu lintas sudah masuk dalam kategori gawat darurat. Hal ini dianggap karena tidak adanya kepedulian terhadap dampak permasalahan yang terjadi, meski sudah diingatkan agar melakukan pembatasan jumlah kendaraan yang ideal dengan luas dan panjang ruas jalan yang ada.
“Pemerintah harus berani menekan penjualan sekaligus pertumbuhan jumlah kendaraan baru, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta. Upaya yang dapat dilakukan, seperti membuat persyaratan wajib memiliki garasi atau tempat parkir sebelum membeli kendaraan baru,” kata Edison dalam keterangan tertulisnya.
“Sebanyak apa pun jalan yang tersedia tidak akan mampu menampung jumlah kendaraan yang populasinya tidak terkendali,” ujarnya.
Selain itu, transportasi umum yang aman dan nyaman serta menguntungkan bagi masyarakat juga harus disediakan. Cara itu dinilai mampu menarik perhatian masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
“Transportasi umum yang baik akan berdampak pada upaya penurunan tingkat kemacetan dan polusi udara. Sebagai contoh, transportasi umum di negara Singapura sangatlah aman dan nyaman. Tingkat tindakan kriminal yang rendah dan tingkat kebersihan yang tinggi menarik perhatian orang-orang sehingga mau menggunakan transportasi umum,” sebut Edison.
Simak Video “Tips Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem”
[Gambas:Video 20detik]
(rgr/din)