Jakarta –
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan secara detail tentang penuturan di media sosial itu Aidilfitri akan bertepatan dengan Natal tahun 2031. Apakah itu benar?
Sebagai informasi, penanggalan Hijrah menggunakan sistem peredaran bulan atau bulan yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Sedangkan kalender Masehi didasarkan pada periode waktu bumi mengorbit matahari.
Oleh karena itu, terdapat selisih sekitar 11 hari setiap tahunnya. Inilah yang membuat hari raya Aidilfitri setiap tahun berbeda-beda. Padahal, Idul Fitri bisa terjadi dua kali dalam setahun. BRIN mengungkapkan bahwa fenomena ini berulang setiap 32-33 tahun sekali.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Padahal, Hari Natal tidak berbeda setiap tahunnya, tetap jatuh pada tanggal 25 Desember karena menggunakan penanggalan Masehi. Yah, sepertinya begitu Aidilfitri akan bertepatan dengan Natal tahun 2031. Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Prince, turut memaparkan penjelasan dan faktanya.
Andi menuturkan, fase bulan yang digunakan untuk menandai pergantian bulan dalam penanggalan Hijrah adalah fase hilal muda pertama atau disebut juga dengan bulan baru. Hal ini terlihat setelah sunset yang tentunya didukung dengan kondisi cuaca yang cerah, bebas dari polusi cahaya dan tutupan awan.
Namun, kata Andi, ada syarat lain untuk mengamati bulan, yaitu fase atau konjungsi atau ijtima bulan dapat terlihat. Fase bulan baru adalah saat permukaan bulan yang menghadap bumi tidak terkena sinar matahari.
“Hal ini karena pada saat bulan baru, matahari, bulan dan bumi terletak pada satu garis lurus jika dilihat dari bidang tegak lurus ekliptika. Keadaan ini berimplikasi pada bulan yang memiliki sudut terdekat dengan matahari. Sedangkan jika bulan baru terlihat di atas ufuk sebelum hilal, masih dikategorikan sebagai anak tertua bulan lalu atau disebut muhaq,” kata Andi seperti dikutip dari laman Space Science Education.
Lebih lanjut, Andi mengatakan fase hilal yang dijadikan acuan awal Syawal disebut juga Ijtima awal Syawal 2031 pada 23 Januari 2031 pukul 11.30 WIB/12.30 WITA/13.30 WIB.
Dikatakannya, ketinggian toposentris bulan sabit untuk pengamatan pada 23 Januari 2031 sore di Indonesia bervariasi antara -0,58 derajat (Merauke) hingga +2,02 derajat (Sabang). Sedangkan sudut elongasi geosentrik matahari-bulan bervariasi antara 5,10 derajat (Merauke) hingga 6,14 derajat (Sabang).
Selain itu, perbedaan antara toposentris dan geosentris mengacu pada di mana kedua besaran ini dihitung. Topocentric berarti bahwa kuantitas dihitung untuk seorang pengamat di permukaan bumi dan termasuk koreksi, seperti pembiasan atmosfer dan ketajaman visual atau paralaks.
Sementara geosentris, kuantitas dihitung untuk seorang pengamat di pusat bumi. Dengan kriteria visibility/sabit yang saat ini digunakan oleh Indonesia (ketinggian toposentris > 3 derajat dan elongasi geosentris