Jakarta –
Direktur Utama Holding BUMN Pertambangan MIND ID Hendi Prio Santoso diincar sejumlah anggota Komisi VII DPR RI. Bukan terkait holding BUMN pertambangan dan peleburan yang menjadi agenda rapat dengar pendapat (RDP) hari ini, melainkan soal PT Saka Energi Indonesia yang merupakan anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Anggota Komisi VII Fraksi Golkar, Gandung Pardiman, awalnya menanyakan soal Saka Energi yang kini terlilit utang dan pajak.
“Saya mau menjelaskan tentang PT Energi Saka yang sekarang terlilit hutang, denda, membayar pajak, membayar hutang hampir 300 juta. Ini penting bagi kami karena kami khawatir Anda menjadi direktur MIND ID. Saya khawatir. Untuk itu, saya tidak perlu khawatir.“Mau saya jelaskan, bagaimana masalah Renewable Energy,” ujarnya dalam RDP di Komisi VII Jakarta, Senin (6/2/2023).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Hendi kemudian mengatakan tidak pernah menjabat sebagai Direktur Utama PGN sejak awal tahun 2017. Karena itu, dia tidak bisa memberikan penjelasan seperti yang diminta.
“Perlu kami klarifikasi bahwa saya tidak pernah menjabat sebagai Direktur Utama PGN sejak awal tahun 2017, sehingga saya tidak mengetahui apa yang Anda sampaikan dan tidak dapat memberikan penjelasan yang Anda minta,” ujarnya.
Jawaban itu langsung dijawab oleh Gandung. Menurutnya, jawaban itu menunjukkan pelepasan tanggung jawab.
Dia mengatakan pajak dan denda sebesar US$255 juta. Karena itu, ia mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja).
“Ini jawaban yang meragukan, saya tidak tahu, ini melepaskan tanggung jawab ini. Saya sarankan kita buat panitia kerja untuk itu. Ini sanksi pajak, pajak dan denda saja US$ 255 juta. Belum lagi prinsipalnya. Utang Hal ini seolah dianggap sebagai base wind yang merugikan negara ini “Saya usulkan dibentuk panitia untuk ini, sebelum KPK turun langsung kita akan tahu dulu masalahnya apa,” jelasnya.
Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan, pihaknya meminta agar pertanyaan ini dijawab. Kalau memang harus dijajaki, dia minta dijajaki di forum tersendiri.
“Pemimpin kami bertanya karena ini adalah pertanyaan umum dari masyarakat kepada kita semua, jadi kami menjawab dengan tenang, tenang berdasarkan data yang ada,” ujarnya.
Hendi juga menjelaskan menjabat dari 2007 hingga Maret 2017. Sengketa utang pajak tidak terjadi selama masa jabatannya. Ia juga mengetahui masalah ini dari rekan-rekannya di PGN.
Masalah berawal dari akuisisi Blok Pangkah milik Amerada Hess oleh Saka Energi. Kemudian, kata dia, Dirjen Pajak yang seharusnya memungut pajak dari penjual malah membebankan kepada pembeli.
“Dirjen Pajak memungut pajak dari penjual kan? Amerada Hess, tapi karena Amerada Hess keluar dari Indonesia, dia dikejar, jadi Saka sebenarnya,” ujarnya.
Masalah itu dibawa ke pengadilan pajak. Menurut informasi, PGN menang dan utang pajak ini hilang.
“Akhirnya ada sengketa pajak yang sampai ke pengadilan pajak, tapi informasi terakhir yang saya dapat dari teman-teman PGN, alhamdulillah PGN menang, ditandatangani. Jadi utang pajak ini hilang karena dibalik keputusan pengadilan,” jelasnya.
Simak Video “Utang Rp 7.773 Triliun, Sri Mulyani Pede RI Bisa Bayar”
[Gambas:Video 20detik]
(acd/zlf)