Jakarta –
Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi membantah sejumlah kritikan yang disampaikan oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Batahan disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.
Setidaknya ada lima pernyataan Faisal Basri yang dibantah oleh Seto, termasuk soal penerimaan ke negara dari ekspor produk hilirisasi nikel hingga masalah tax holiday alias insentif pajak untuk pelaku usaha selama 20 tahun. Ini deretan klaim Faisal Basri yang dibantah Seto:
Angka Ekspor Produk Hilirisasi Nikel
Seto menerangkan yang pertama terkait klaim Faisal Basri bahwa angka ekspor hilirisasi nikel tahun 2022 Rp 510 triliun yang disampaikan Presiden Jokowi salah, karena menurut hitungan Faisal angkanya Rp 413,9 triliun. Menurut Seto kesalahan utama Faisal Basri di sini adalah tidak update terhadap perkembangan hilirisasi di Indonesia, sehingga dia hanya memasukkan angka ekspor besi dan baja senilai US$ 27,8 miliar atau Rp 413,9 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Padahal hilirisasi nikel kita juga memproduksi bahan lithium baterai seperti nickel matte dan Mixed Hydrate Precipitate (MHP) yang tergabung dalam HS Code 75,” ujar dia, dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).
Kemudian, tahun 2022, nilai ekspor nickel matte dan MHP adalah US$ 3,8 miliar dan US$ 2,1 miliar. Selain itu masih ada beberapa turunan nikel di HS Code 73. Seto menjelaskan, jika angka ekspor semuanya di total maka angkanya adalah US$ 34,3 miliar atau Rp 510,1 triliun. Menurut Seto, hal itu sesuai yang Presiden Jokowi sampaikan.
Penerimaan Negara Kecil dari Larangan Ekspor Nikel
Kedua, Seto menyanggah kritikan Ekonom Senior Faisal Basri yang mengatakan negara tidak mendapatkan penerimaan apapun dari hilirisasi nikel karena ada tax holiday 20 tahun. Seto mengungkap bahwa berdasarkan data pemberian tax holiday tahun 2018-2020, rata-rata perusahaan smelter yang memperoleh tax holiday 7-10 tahun. Hanya ada dua perusahaan yang memperoleh 20 tahun.
“Rata-rata perusahaan smelter yang memperoleh tax holiday 7-10 tahun. Hanya ada dua yang memperoleh 20 tahun, di mana saat ini hanya 1 yang beroperasi,” kata Seto dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).
Menurut Seto masih ada banyak juga smelter yang tidak memperoleh tax holiday karena tidak memenuhi persyaratan selain nilai investasi. Ia menerangkan bahwa setelah periode tax holiday habis, maka mereka harus membayar pajak sesuai ketentuan.
Seto menilai Faisal Basri tidak memahami ketentuan tax holiday di Indonesia sehingga mencapai kesimpulan yang salah. Ia menerangkan tax holiday 20 tahun diberikan dengan investasi sebesar Rp 30 triliun atau lebih.
“Jika kurang dari itu maka akan menyesuaikan periodenya, antara 5-15 tahun. Insentif tax holiday ini hanya untuk PPh Badan, pajak-pajak lainnya tetap harus dibayar,” jelasnya.
Seto juga membeberkan informasi bahwa smelter-smelter yang dibangun periode 2014-2016 dan memperoleh tax holiday selama 7 tahun, saat ini sudah memulai membayar PPh Badan. Dengan mencocokkan data KBLI, perusahaan-perusahaan yang memperoleh tax holiday (KBLI 24202), dan penerimaan perpajakan dari KBLI tersebut, dapat terlihat tren peningkatan yang signifikan dari pendapatan perpajakan tahun 2016-2022.
“Penerimaan perpajakan tahun 2022 dari sektor hilirisasi nikel adalah Rp 17,96 triliun, atau naik sebesar 10,8 kali dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 1,66 triliun. Untuk pendapatan PPh Badan tahun 2022 adalah Rp 7.36 triliun atau naik 21.6 kali dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 0,34 triliun,” tuturnya.
Seto mengatakan jika kebijakan ekspor bijih nikel tetap dilakukan dengan menggunakan data tahun 2019, pendapatan pajak ekspor hanyalah sebesar US$ 0,11 miliaran atau Rp 1,55 triliun atau 10% dari nilai ekspor bijih nikel sebesar US$ 1,1 milyar. Ia menerangkan angka tersebut tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan pajak dari sektor hilirisasi nikel sebesar Rp 3,99 triliun di tahun 2019.
“Jadi, analisis yang disampaikan Faisal Basri dalam menyanggah statement Presiden Jokowi terkait dengan perpajakan ini juga salah. Dari data di atas, telah terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi ini,” ujarnya.
“Perlu dicatat pula bahwa penerimaan perpajakan dari sektor hilirisasi nikel ini, belum memasukkan pendapatan pajak dari sektor lain yang ikut tumbuh akibat hilirisasi nikel ini seperti pelabuhan, steel rolling, jasa konstruksi, industri makanan dan minuman dan akomodasi,” tambahnya.