Jakarta –
Pusat perbelanjaan legendaris Jakarta sepi kuburan. Memburuknya situasi wabah COVID-19 dan pencabutan Pembatasan Kegiatan Sosial (PPKM) tidak membuat keadaan kembali seperti semula.
Pusat perbelanjaan legenda di Jakarta seperti Mal Ratu Plaza, Kota Glodok, Mal Blok M, dan Plaza Semanggi kini dalam kondisi memprihatinkan. Banyak lapak yang tutup dan hanya segelintir pedagang yang bertahan seolah tak mau hidup atau tak mau mati.
Pakar pemasaran dan Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, ada tiga faktor yang membuat pusat perbelanjaan sepi seperti kuburan. Pertama, disrupsi digital alias perkembangan digital telah menempatkan belanja online sebagai yang terdepan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Perilaku masyarakat cenderung berubah dengan hadirnya teknologi aplikasi belanja online,” kata Yuswohady kepada detikcom, Rabu (1/11/2023).
Kedua, gangguan pandemi. Munculnya pandemi COVID-19 mempercepat kesunyian pusat perbelanjaan seperti kuburan karena saat itu pemerintah melarang konsumen datang ke tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan.
Ketiga, disrupsi milenial. Yuswohady menuturkan, saat ini generasi milenial semakin malas datang ke pusat perbelanjaan untuk berbelanja karena dimanjakan dengan aplikasi belanja online.
“Jadi generasi milenial dengan sendirinya tidak lagi belanja secara fisik, apalagi untuk barang-barang tertentu, mereka lebih memilih belanja online,” ujarnya.
Isu triple disrupsi di atas konon tak hanya membuat mal sepi seperti kuburan. Penyebab permasalahan tersebut sebenarnya terlihat berasal dari pusat perbelanjaan itu sendiri yang dianggap malas mengikuti perkembangan zaman.
“Mereka tidak mampu merespon triple disruption hingga tidak lagi relevan di pasar. Yang beradaptasi bertahan karena beberapa mall lain seperti Grand Indonesia, Mall Kelapa Gading, atau Mall Kokas masih ramai. Sedangkan siapa yang tidak akan kalah. ditelan oleh waktu,” jelas Yuswohady.
Nasib Mal di Masa Depan
Yuswohady mengatakan, keberadaan pusat perbelanjaan tetap dibutuhkan masyarakat untuk menghilangkan kepenatan era digital. Untuk itu, pusat perbelanjaan diprediksi akan tetap eksis dan tidak akan ‘punah’.
“Belum lagi PPKM dibatalkan, pusat perbelanjaan ini akan tumbuh lagi. Jadi kalau semua pusat perbelanjaan ini hilang, tidak. Bagi kita orang Indonesia, pusat perbelanjaan itu relevan karena kita suka bersosialisasi, bergaul, ngobrol, bergosip , sekarang asyik buat di mall,” kata Yuswohady.
Yuswohady menilai, banyak pusat perbelanjaan yang diam seperti kuburan hanya karena kalah bersaing. Yang mau menyesuaikan diri dengan perubahan zaman akan bertahan, sedangkan yang tidak mau ditelan zaman.
“Seberapapun kita mengandalkan digital, kita tetap membutuhkan interaksi sosial yang kita lakukan di mal,” ujarnya.
“Ini adalah tantangan terbesar bagi pusat perbelanjaan yang sepi kuburan. Mereka harus bertransformasi menjadi pusat perbelanjaan yang relevan dengan generasi milenial/zillennials. Jika tidak, mal akan dibunuh oleh mereka,” imbuhnya.
Saksikan juga d’Mentor di Lokasi: Rahasia Jualan Baju Anak Hingga Hasilkan Ratusan Juta
[Gambas:Video 20detik]
(bantuan/zlf)