Jakarta –
Amerika Serikat (AS) disebut kandidat resesi pada tahun 2023. Meski masih ada kemungkinan hal tersebut tidak akan terjadi.
Ekonom memperkirakan resesi akan terjadi awal tahun depan. Apakah resesi itu parah, panjang atau pendek, masih diperdebatkan.
“Secara historis, ketika Anda mengalami inflasi tinggi, dan The Fed menaikkan suku bunga untuk menjaga inflasi tetap rendah, itu memicu resesi,” kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody’s Analytics dikutip dari CNBC, Senin (26/12/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Dia menjelaskan, saat inflasi naik, The Fed atau bank sentral Amerika Serikat (AS) merespons dengan menaikkan suku bunga. Perekonomian akhirnya runtuh di bawah beban suku bunga yang tinggi.
“Biasanya resesi menimpa kami. CEO tidak pernah membicarakan resesi,” kata Zandi.
Namun menurutnya, CEO mulai ambruk dan mengatakan mereka jatuh ke dalam jurang resesi. Hampir semua orang di TV mengatakan ini adalah resesi, termasuk para ekonom.
Ironisnya, The Fed memperlambat laju ekonomi. The Fed dengan cepat menaikkan suku bunga dari nol pada bulan Maret, ke kisaran 4,25% hingga 4,5% bulan ini.
Tetapi pembuat kebijakan tidak perlu khawatir tentang inflasi tinggi yang menggerogoti daya beli konsumen atau perusahaan, dan menyebar ke seluruh perekonomian melalui rantai pasokan dan kenaikan upah.
The Fed sekarang serius memerangi inflasi. Diperkirakan mereka akan menaikkan suku bunga lagi menjadi 5,1% pada awal tahun depan. Ekonom berharap bahwa suku bunga yang tinggi akan dipertahankan untuk mengendalikan inflasi.
Naiknya suku bunga menghantam pasar perumahan, di mana penjualan anjlok 35,4% dari tahun lalu di bulan November. Ini adalah penurunan 10 bulan berturut-turut.
Tingkat hipotek atau hipotek 30 tahun hampir 7%. Dan inflasi konsumen masih berjalan pada tingkat tahunan sebesar 7,1% di bulan November.
“Anda harus meniup debu dari buku pelajaran ekonomi Anda. Itu akan terjadi resesi klasik,” kata Tom Simons, ekonom pasar uang di Jefferies.
(da/da)