Jakarta –
PT PLN (Persero) terus meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (Tingkat Komponen Dalam Negeri/TKDN) dalam setiap proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan anggaran konsumsi komponen dalam negeri secara rata-rata setiap tahunnya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, Belanja Dalam Negeri (PDN) PLN sebesar 70% pada 2021. Sedangkan belanja TKDN konsolidasi PLN mencapai Rp38,9 triliun pada 2021, naik dari Rp19 triliun tahun sebelumnya.
“Dengan nilai PDN saat ini mencapai sekitar 70% dan TKDN konsolidasi mencapai 48,8%, maka kontribusi PLN terhadap pergerakan perekonomian negara sangat signifikan,” kata Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu (23/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Dia mengungkapkan beban usaha (OPEX) dan belanja modal (CAPEX) PLN tahun ini mencapai hampir Rp 300 triliun. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan konsumsi listrik di masa mendatang. TKDN PLN telah mencapai 48,8% pada tahun 2021, meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 40,1%.
Pencapaian tersebut terwujud berkat beberapa strategi peningkatan PDN dan TKDN yang berhasil diterapkan oleh PLN. Seperti kebijakan ‘daftar negatif’ dalam pengadaan, sehingga PLN memastikan tidak ada pembelian barang impor selama pabrik barang tersebut masih ada di dalam negeri.
Selain itu, PLN memiliki kebijakan preferensi harga dalam pengadaan yang memberikan harga TKDN agar lebih kompetitif. Terdapat pula kebijakan ‘pass grade’ nilai TKDN dalam pengadaan sesuai dengan roadmap pencapaian TKDN untuk memastikan upaya peningkatan TKDN terus dilakukan.
Kemudian, kebijakan pengadaan barang impor ditambah dengan kebutuhan untuk membangun pabrik dalam waktu 2 tahun di Indonesia. PLN juga berupaya bersinergi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pelaku industri lainnya agar dapat membangun industri hulu pengganti bahan baku impor.
“Melaksanakan kebijakan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh komitmen dan kerja keras karena tantangan yang dihadapi begitu besar,” ujarnya.
Misalnya TKDN 30-40% di industri ini yang sulit ditingkatkan di industri trafo. Pasalnya, bahan baku utama baja silikon dan minyak trafo masih diimpor.
Baja silikon dan minyak trafo masing-masing memiliki biaya produksi 30%. Selain itu, produsen bahan ini terbatas, hanya ada 10 pabrik baja silikon di seluruh dunia.
Keadaan ini menyebabkan dunia berebut untuk mendapatkan bahan ini hingga harganya menjadi mahal. Ketersediaan yang sangat terbatas dan harus berputar 4-6 bulan untuk mendapatkannya menjadikan hal ini tantangan bagi PLN untuk meningkatkan TKDN industri.
Melihat situasi tersebut, PLN melakukan berbagai upaya untuk menghadirkan industri baja silikon dan minyak trafo di Indonesia. Melalui sinergi lintas BUMN dan kerja sama dengan berbagai perusahaan swasta, PLN bekerja keras mengkonsolidasikan konsumsi baja silikon dan minyak trafo.
Dengan menggandeng PT Krakatau Steel, baja silikon yang sebelumnya diproduksi di luar negeri, kini diharapkan dapat diproduksi di dalam negeri. Selain itu, PLN juga bekerja sama dengan Pelumas Pertamina untuk membawa produksi minyak trafo ke Indonesia.
“Ini merupakan langkah agar industri baja silikon dan minyak trafo tersedia di dalam negeri,” kata Darmawan.
Menurut Darmawan, upaya heroik ini memiliki efek ganda. Bagi PLN, keamanan pasokan meningkat. Penggunaan listrik juga meningkat karena munculnya industri-industri baru yang juga menciptakan lapangan kerja.
“Dampak hilirisasinya adalah Indonesia mampu menghemat devisa senilai Rp 1 hingga Rp 1,2 triliun yang sebelumnya dinikmati China, Korea, Jepang dan Eropa karena kedua komponen di atas masih impor,” pungkasnya.
Simak video “PLN Deklarasi Pasokan Listrik Jelang KTT G20 Dalam Kondisi Aman”
[Gambas:Video 20detik]
(acd/ego)