Semarang –
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan penerapan alat ukur ikan (PIT) akan membawa kesejahteraan bagi nelayan kecil. Nelayan kecil yang dimaksud adalah nelayan lokal di suatu daerah dan hanya memiliki satu perahu berukuran antara satu sampai dua gross ton (GT).
“Karena nelayan kecil tidak dikenakan PNBP sama sekali. Nelayan lokal tidak kena apa-apa. Jadi PP 11 (tentang tangkapan terukur) akan kelompok yang benar-benar pengusaha dan yang benar-benar nelayan kecil,” ujar Trenggono kepada detikcom, usai pembukaan. rapat kerja Direktorat Perikanan Tangkap di Hotel Menara Gumaya, Semarang, Minggu (19/3/2023).
Trenggono menjelaskan perbedaan antara pengusaha perikanan dan nelayan. Jika nelayannya kecil, umumnya hanya memiliki satu perahu berukuran 1 sampai 2 GT, meskipun ada perahu berukuran 5 GT yang dimiliki oleh lebih dari satu nelayan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Nelayan adat, yaitu nelayan kecil yang ada di zona itu. Kapal hanya 1-2 GT, bahkan kadang 5 GT tidak dimiliki satu orang, dimiliki lima sampai enam orang yang masing-masing dibawah 5 GT. daerah penangkapan ikan ada,” jelasnya.
Sedangkan pengusaha perikanan harus memiliki kapal di atas 5 GT dan tidak hanya satu. Kemudian, ia juga tidak bekerja sendiri melainkan mempekerjakan orang lain sebagai awak kapal.
“Pengusaha perikanan ini punya perahu, mempekerjakan orang ini yang berpenampilan seperti nelayan, padahal dia pengusaha. Harus membedakan diri, ini yang sampai sekarang membingungkan. Maka sekarang saatnya dengan diberlakukannya PP 11, untuk benar-benar mengklasifikasikan mereka yang pengusaha, jadi mereka adalah perusahaan.”Ini tidak bisa disebut memancing,” katanya.
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengatur regulasi yang dikeluarkan sebagai regulasi teknis di lapangan.
Dengan peraturan ini, akan ada beberapa kebijakan yang mengatur penangkapan ikan di laut, baik bagi industri atau pelaku usaha maupun nelayan. Kebijakan untuk keduanya akan sangat berbeda.
Kuota itu sendiri akan dibagi antara kuota industri, nelayan lokal dan kegiatan non komersial. Trenggono menjelaskan, saat ini yang paling penting dibicarakan adalah kuota nelayan kecil. Dia harus bisa memastikan kuota ini ditegakkan agar tidak diambil pengusaha nakal.
“Jangan sampai kuota yang diberikan kepada Kepala Dinas disalurkan ke koperasi perlakuan dengan koperasi, justru dimanfaatkan oleh pelaku industri. Dia tidak kena PNBP (nelayan kecil), kalau ambil sertifikat kuota dia tidak bisa ke sana. nanti,” jelasnya.
Dalam PP Nomor 11 Tahun 2023 pasal 9 disebutkan bahwa Kuota Penangkapan Ikan Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b diberikan untuk setiap Daerah Penangkapan Ikan Terukur sampai dengan 12 (dua belas) mil laut.
Rencananya, pengawasan akan diperketat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pengawasan akan diprioritaskan dengan aplikasi E-PIT dan beberapa kapal ikan juga akan dilengkapi dengan peralatan untuk melacak keberangkatan para nelayan tersebut.
“Dulu tidak menggunakan CMS, hanya digunakan untuk kapal besar di atas 30 GT. Sekarang tidak bisa, jadi nelayan tradisional dengan 1 GT yang motor tempelnya saya minta dipasang, yang seusia kita. Tujuannya agar kita bisa pantau dia kemana pergerakannya, kedua dia harus pasang PIT, targetnya bisa lihat berapa, ikan apa, untuk keperluan identifikasi,” pungkasnya.
(punya/dna)